
Dari situlah kenapa pada jamannya Bung Karno memperkuat Angkatan Udara dan Angkatan Laut sampai disegani oleh kawasan Asia Pasifik. Selain alasan Trikora (merebut Irian Barat), penguatan Angkatan Udara dan Angkatan Laut juga sebagai konsekuensi atas mekarnya wilayah laut dan udara Indonesia karena Deklarasi Juanda tersebut. Kita juga butuh Angkatan Laut dan Angkatan Udara yang kuat karena konsep negara kepulauan juga memberikan tanggung jawab kepada RI untuk menyediakan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) di mana semua armada internasional diperbolehkan untuk melintas dari Samudera Pasifik ke Samudera Indonesia atau sebaliknya. Supaya ALKI tidak disalahgunakan oleh armada asing, maka kita butuh Angkatan Udara dan Angkatan Laut untuk mengawalnya. Itulah konsep negara peninggalan Pak Juanda dan Bung Karno yang kita generasi penerusnya harus mampu menjaganya.
Tapi apa yang terjadi sekarang ini ? Konsep penguatan TNI AL kita menurun dari Blue Navy (tataran armada samudera) ke Green Navy (tataran armada laut). Bila di jaman Bung Karno kita punya belasan kapal selam canggih sekarang kita hanya punya 2 saja, itu pun yang satu sedang direparasi di Korea Selatan. Bila dulu kita punya kapal perang kelas penjelajah dan destroyer, sekarang untuk punya kapal korvet saja DPR debatnya nggak habis-habis he..he.. Hal yang sama juga terjadi pada TNI AU kita.
Tapi, okelah kalau karena alasan uang kondisi TNI AU dan AL kita kedodoran. Tapi ada satu hal mendasar yang juga mulai lenyap dari otak kita dan otak anak-anak kita. Dan itu akan berpengaruh kepada paradigma kita dan anak-anak kita sekarang dan di kemudian hari. Coba perhatikan, sekarang saya sudah tidak pernah mendengar lagi orang (pejabat dari yang tertinggi sampai yang terendah, pendidik, bahkan wartawan) menyebut “Samudera Indonesia” untuk mempercakapkan tentang wilayah laut bagian selatan kita itu. Kelihatannya supaya terlihat sok internasional, kita sekarang lebih senang menyebutnya Lautan Hindia ketimbang Samudera Indonesia. Saat saya melihat peta dan atlas negara kita kepunyaan anak saya, tiada lagi kata “Samudera Indonesia” di sana, yang ada hanyalah kata “Lautan Hindia”. Tampaknya ada upaya cerdas dan sistematis untuk menghapuskan kata “Samudera Indonesia” dari ingatan kita dan anak cucu kita.
Lautan Hindia memang nama resmi internasional untuk samudera luas di dunia bagian selatan itu, tapi Samudera Indonesia adalah nama resmi dari Bung Karno untuk menunjukkan bagian kecil Lautan Hindia yang menjadi wilayah laut dan ZEE negara kita. Tapi sekarang kita berusaha melupakannya secara sadar dan sengaja. Jadi jangan heran kalau suatu saat nanti anak cucu kita tidak menganggap lagi lautan di selatan Jawa itu bukan kepunyaan Indonesia tapi kepunyaan India, kan namanya Lautan Hindia ?!
Terus terang saya salut kepada Bung Karno yang kreatif menanamkan kebanggaan nasionalisme ini, sayang kreatifitas itu tidak dimiliki oleh pemimpin berikutnya. Sekedar ajakan, bagaimana kalau kita populerkan kembali nama “Samudera Indonesia” ini ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar